Blame The Parents

Suatu hari, Banyu kami 'lepas' di playground salah satu restoran yg kami pilih memang karena ada playground yang lumayan. Banyu cukup menguasai wahana-wahana, jadi kami hanya memandang. Gak lama kemudian, mulai berdatangan anak-anak lain.. gak lama kemudiannya lagi, terdengar suara anak nangis. Bukan banyu, tapi nangisnya berkepanjangan.

Saya lalu datang, dan menemukan bahwa ada anak sekitar usia 4 tahun sedang menangis diatas perosotan, yang mana dibelakangnya ada anak saya usia 2 th 5 bulan lagi ngomong 'permisi permisi' tapi dengan kontak fisik. Saya pun menghimbau Banyu, 'Nyu, sabar aja diatas tunggu kakaknya turun'. Lalu saya pikir masalah selesai.

Beberapa menit kemudian ada lagi yang nangis, -ada lagi yang nangis, tapi bukan anak saya. Sampai pada puncaknya ada seorang ibu teriak-teriak melerai perkelahian diatas trampolin. Saya langsung menuju kesana, dalam sepersekian detik perjalanan, saya sayup mendengar ada salah satu meja berbisik 'wah anak yang itu ya? Emang rusuh tu anak dari tadi'

No time for turning head, i got children to save from fight.

It was a pretty hard fight i must say. Ibu korban menarik dan mendorong anak saya, karena anak saya tidak mau melepaskan anaknya. Dan anak saya sendirian tanpa ibunya. I don't mind, that's how mother instinct works for her. My kid harmed hers.

And in every children miscellanous, you must blame the parents. And in my kid miscellanous, i blame myself.

Hati ibu mana yang tidak retak mendengar anaknya dituding sebagai pembuat onar.

Hari itu Banyu berhasil dalam poin tangkas, cekatan, dan mandiri. But he failed in sharing territorry.

Yang terpikir oleh saya, mungkin Banyu perlu segera masuk sekolah. Jadi dia bisa belajar main bareng anak-anak lain. Dalam beberapa menit otak saya sibuk memilah sekolah macam apa yang cocok untuk Banyu. Yang bisa memfasilitasi Banyu, membimbing Banyu, agar banyu tidak kena bully & tidak jadi tukang bully.

I paused. Was it school he really need?

In parenting, you’ll always have a choice and nothing should be taken for granted.

Then i concluded;
he's not even 2.5 y.o yet. He doesn't need school. He just need mommy paying more attention, setting up attitude and behaviour.

Kita tidak bisa memilih anak, dan anak tidak bisa memilih orang tua. Tapi kita bisa selalu memperbaiki diri untuk menjadi orang tua yang lebih baik lagi. Kira-kira begitulah kurang lebih yang kami pelajari dari Keluarga Kita.

We read more often, i tell him more stories, we whisper him more love words, we play more games, we sing more songs, we hug each other all the time, we laugh as much as we can. I know that's what my family need at the moment.

He got the rest of his life going to school. Until then; he's in the best hand, homeschooled by Ibu & Romo.

Comments

  1. Banyu anak manis, selalu jadi anak baik dan suka sayang-sayang Adek Yaya :*

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts